Pemeriksaan Pendengaran




Pemeriksaan pendengaran secara menyeluruh tidak menyebabkan rasa sakit, bersifat non invasive, cepat dengan biaya relatif tidak mahal, biasanya membutuhkan waktu 30-45 menit untuk kebanyakan klien dewasa. Tahapan evaluasi pendengaran secara menyeluruh adalah sebagai berikut :


1.  Menggali informasi mengenai riwayat gangguan pendengaran.
Sebelum memulai evaluasi pendengaran, pemeriksa harus menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan kesehatan secara umum serta informasi yang spesifik terkait dengan gejala-gejala gangguan pendengaran dan atau hal-hal yang berhubungan masalah telinga lainnya.
Informasi ini akan digunakan bersama-sama dengan hasil pemeriksaan pendengaran untuk mendiagnosa dan menentukan strategi penanganan terhadap masalah gangguan pendengaran yang peling efekti dan tepat.

2.  Pemeriksaan (inspeksi) Otoskopi 
melakukan pemeriksaan secara visual pada saluran telinga dan gendang telinga dengan menggunakan alat otoskop untuk mengetahui apakah ada sumbatan ataupun masalah (kondisi tidak normal) yang terjadi pada telinga bagian luar yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran.
Masalah-masalah yang ditemukan seperti ; adanya kotoran telinga yang menutupi sebagian/ seluruh saluran telinga, gendang telinga yang tidak utuh (mengalami perforasi/bolong) harus dicatat dan jika diperlukan lakukan rujukan medis ke dokter THT.

3.  Pemeriksaan Audiometri
Kondisi pendengaran klien diperiksa dengan menggunakan alat yang disebut audiometer pada ruangan atau pun chamber  yang memenuhi standar kekedapan suara untuk melakukan pemeriksaan audiometri. Pada pemeriksaan ini telinga klien akan diberikan stimulus bunyi (nada murni) / suara percakapan dengan tingkat intensitas (kekerasan) suara dan frekuensi (nada) yang berbeda melalui earphone. Stimulus bunyi nada yang diberikan pada pemeriksaan audiometri  adalah nada-nada (frekuensi) yang paling penting untuk dapat memahami percakapan.
Kemudian klien diminta untuk memberikan respon (apakah klien mendengar stimulus bunyi nada murni) dengan cara mengangkat tangan ataupun menekan tombol yang disediakan, ataupun jika stimulus yang diberikan adalah sinyal suara percakapan maka klien diminta untuk mengulangi sinyal suara percakapan apa yang telah dia dengarkan.
Tingkat intensitas (kekerasan) suara yang terendah (setidaknya dari 4 stimulus bunyi/ suara yang diberikan, klien merespon sebanyak 2 kali) disebut sebagai ambang dengar klien tersebut. Kemudian setiap ambang dengar pada setiap frekuensi yang diperiksa harus dicatat pada lembar khusus yang disebut sebagai audiogram.
Pemeriksaan Pendengaran Lainnya Tergantung pada kebutuhan, pemeriksaan lebih lanjut/ lainnya bisa jadi diperlukan seperti :
• Tes weber
• Tes Rinne
• Tes Bing
• Tes WDS (word discrimination score) untuk mengetahui kemampuan klien memahami kata-kata ataupun kalimat  pada intensitas suara yang berbeda Tympanometri (untuk menilai kondisi telinga tengah)
• Tes Refleks Akustik (untuk menilai kondisi telinga tengah)
• Tes Fungsi Tuba (untuk menilai kondisi telinga tengah)
• Tes OAE (untuk menilai kondisi telinga bagian dalam/rumah siput)
• Tes ABR (untuk menilai kondisi jalur pendengaran sampai ke otak)
• Tes ASSR (untuk menilai kondisi jalur pendengaran sampai ke otak sekaligus memberikan informasi perkiraan ambang dengar pada frekuensi spesifik)

Diagnosa dan Evaluasi Hasil Pemeriksaan Pendengaran
Hasil pemeriksaan Audiometri klien disebut AudiogramAudiogram adalah grafik ambang dengar klien pada berbagai frekuensi pada masing-masing telinga.
Tingkat kekerasan bunyi/ suara yang diberikan kepada klien diukur dalam satuan decibel (desibel) Hearing Level disingkat dB HL, dapat terlihat pada sumbu vertikal lembar audiogram mulai dari -10 dB HL (bunyi/ suara yang sangat pelan) sampai dengan 120 dB HL (bunyi/suara yang sangat keras).
Frekuensi suara atau nada bunyi yang diberikan pada klien diukur dalam satuan Hertz dan disingkat Hz, dapat terlihat pada sumbu horizontal lembat audiogram mulai dari frekuensi 125 Hz (Frekuensi nada/bunyi yang sangat rendah) sampai dengan 8000 Hz (Frekuensi nada/bunyi yang sangat tinggi).
Pada saat melakukan tes audiometri menggunakan earphone (untuk tes audiometri hantaran udara), ambang dengar hantaran udara telinga kanan di tulis dengan lambang  (untuk tes audiometri hantaran udara tanpa “masking”) atau (untuk tes hantaran udara dengan “masking”). Ambang dengar hantaran udara telinga kiri di tulis dengan lambang X (untuk tes audiometri hantaran udara tanpa “masking”) atau (untuk tes audiometri hantaran udara dengan “masking”) Hasil tes ambang dengar  hantaran udara (air conduction test) berfungsi untuk menentukan kategori derajat penurunan pendengaran.
Pada contoh audiogram diatas, ambang dengar telinga kanan dan kiri masih termasuk dalam kategori range pendengaran normal (-10 dB HL s/d 25 dB HL)
Sedangkan tes audiometri hantaran tulang (bone conduction test) berfungsi untuk menentukan apakah jenis gangguan pendengaran yang terjadi konduktif, sensorineural atau campur ?
Tes audiometri hantaran tulang dilakukan dengan menggunakan headband yang diletakkan pada kepala dan bagian yang bergetar /dapat mengeluarkan getaran suara/bunyi (oscillator) diletakan di tulang mastoid di belakang telinga. Hasil tes ambang dengar hantaran tulang telinga kanan ditulis dengan lambang < (tanpa “masking”) dan [  (dengan “masking”), sedangkan ambang dengar hantaran tulang telinga kiri > (tanpa “masking”) dan ] (dengan “masking")

Tidak ada komentar:

Posting Komentar